Palangka Raya, (Exclusive Network) – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerbang Dayak Provinsi Kalimantan Tengah menyayangkan keputusan dewan juri Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2025 yang menetapkan arak-arakan dari luar budaya Dayak sebagai pemenang karnaval, Senin (26/5/2025).
Ketua DPD Gerbang Dayak Kalteng, Dedi Punding, menilai keputusan tersebut tidak rasional, mengingat FBIM merupakan festival budaya Dayak yang secara khusus ditujukan sebagai wadah promosi kebudayaan daerah Kalimantan Tengah.
Pernyataan ini merupakan tanggapan atas hasil penilaian juri yang menempatkan tim karnaval dari Paguyuban Bali, Paguyuban Minang, dan Paguyuban Jawa Timur sebagai juara 1, 2, dan 4, mengungguli tim karnaval DAD Kalteng dan Fordayak Kalteng yang hanya menempati posisi 3 dan 6.
“Ini sangat janggal. Mengapa FBIM, yang seharusnya menjadi ajang promosi budaya khas suku Dayak, justru menjadikan budaya dari daerah lain sebagai juara?” ujarnya dengan nada heran.
Menurutnya, hal ini mencerminkan kurangnya profesionalisme panitia penyelenggara serta lemahnya ketegasan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam menentukan prioritas utama dalam pelaksanaan FBIM.
Humas DPD Gerbang Dayak Kalteng, Andri Ojer menambahkan, “Kami menilai panitia sangat tidak profesional karena membiarkan juri memberikan penilaian yang seolah mendiskreditkan budaya Dayak hingga kalah dari budaya luar daerah,” ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan sikap pemerintah daerah yang dinilainya kurang tegas. “Mengapa FBIM yang seharusnya menjadi sarana promosi pariwisata dan budaya lokal justru menjadi ajang pertunjukan budaya dari luar?” lanjutnya.
Sebagai perbandingan, ia mencontohkan penyelenggaraan pekan budaya di daerah lain seperti Bali dengan pawai ogoh-ogoh, Madura dengan karapan sapi, serta pawai budaya di Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang semuanya menampilkan kekayaan budaya lokal tanpa mencampur budaya luar.
“Pekan kebudayaan daerah seharusnya menjadi sarana untuk memperkenalkan kearifan lokal dan potensi pariwisata daerah, bukan untuk mempertandingkan budaya dari seluruh Nusantara,” tegasnya.
“Namanya saja Festival Budaya Isen Mulang, bukan festival budaya nusantara. Jika seperti ini, seolah-olah budaya Dayak Kalteng dan kreativitas para senimannya dianggap lebih rendah dibanding budaya dari daerah lain,” tambahnya dengan nada kecewa.
“Jadi, apa sebenarnya tujuan kita mengadakan FBIM? Apakah hanya sekadar mempertontonkan bahwa budaya luar lebih unggul dari karya anak-anak daerah Kalimantan Tengah?” pungkasnya.
Pelaporan oleh Eman Supriyadi; Penulisan oleh Bima Aditya; Penyuntingan oleh S.Mutia