Palangka Raya, (Exclusive Network) – Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Sistem Ruang Operasi Terintegrasi (SIRO) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jaraga Sasameh, Buntok, Kalimantan Tengah, terus menjadi sorotan publik, Sabtu (12/4/2025).
Sidang yang melibatkan terdakwa Leonardus dan Florina Elvira Widyawati telah menghadirkan sejumlah saksi dan ahli, mengungkap detail mengenai dugaan kecurangan dalam proses lelang proyek senilai Rp 10.698.600.000,-. Berbagai kesaksian dan temuan menunjukkan adanya indikasi kuat manipulasi dan pelanggaran hukum yang sistematis.
Pertanyaan kunci yang kini menjadi sorotan adalah alasan Pokja ULP tetap memenangkan PT. PRABU MANDIRI JAYA (PMJ) meski perusahaan tersebut kekurangan syarat, dan siapa yang memiliki wewenang untuk mengintervensi keputusan Pokja ULP.
Mengapa Pokja ULP tetap memenangkan PT. PMJ meskipun perusahaan tersebut kekurangan syarat? Apakah ada tekanan atau intervensi dari pihak tertentu?
Berikut uraian lengkap berdasarkan fakta-fakta persidangan yang telah berlangsung:
Baca Juga : Perombakan Manajemen Media Exclusive Network: Jurnalis Senior Kalteng, Eman Supriyadi Jabat Pemimpin Redaksi
Kesaksian Eddy Raya: "Referensi Saja" atau Upaya Pengaruh?
Pada sidang tanggal 21 Januari 2025, kesaksian Eddy Raya menjadi titik awal pengungkapan dugaan intervensi dalam proses lelang. Ketika hakim menanyakan "maksud dan tujuan memperkenalkan Dedy Bachtiar kepada terdakwa Leonardus, apakah untuk intervensi" Eddy Raya menjawab singkat, “Untuk referensi saja, Yang Mulia.” Jawaban ini terkesan menghindari pertanyaan inti.
Meskipun Eddy Raya mengklaim menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada dr. Leo (Leonardus), pernyataan ini justru memunculkan kecurigaan mengenai peran Dedy Bachtiar dan kemungkinan adanya upaya mempengaruhi proses lelang secara tidak terang-terangan. Identitas Dedy Bachtiar dan hubungannya dengan pihak-pihak terkait dalam proyek ini masih perlu diungkap lebih lanjut untuk memperjelas dugaan intervensi tersebut.
LKPP: Pelanggaran Administratif yang Menutupi Dugaan Korupsi?
Sidang pada 3 Maret 2025 menghadirkan saksi ahli Andi Muhammad Arfan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Arfan menyatakan "bahwa pelanggaran yang dilakukan Leonardus bersifat administratif, bukan tindak pidana korupsi. Pendapat ini didukung oleh analisis dokumen yang diberikan penyidik dan fakta persidangan."
Arfan menambahkan "bahwa pelanggaran pada tahap survei sebelum lelang pun bersifat administratif. Kesimpulannya, tidak ada pelanggaran yang mengarah pada tindak pidana korupsi (Tipikor)."
Namun, pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan mengenai apakah klasifikasi pelanggaran administratif hanya upaya untuk menutupi dugaan korupsi yang lebih besar.
Arfan juga menyinggung kemungkinan adanya tanggung jawab Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) terkait indikasi pengaturan pemenang lelang. Pernyataan ini menambah kompleksitas kasus dan mengarahkan sorotan pada peran Pokja ULP yang terdiri dari, Muhamad Irwan (Ketua Pokja ULP), Joni, Jhon Hendri, Subhan Noor, Muhammad Taufik, Suria Admaja, dan Widagsono.
Peran masing-masing anggota Pokja ULP dalam proses evaluasi dan penetapan pemenang lelang perlu diungkap secara jelas untuk menentukan tingkat keterlibatan mereka dalam dugaan kecurangan.
Di tengah misteri ini, muncul pertanyaan mengenai siapa yang memiliki wewenang untuk meminta Pokja ULP memenangkan PT. PMJ. Apakah dr. Leo (Leonardus) memiliki kekuasaan yang cukup untuk melakukan intervensi tersebut? Atau apakah ada pihak yang lebih berkuasa yang memberikan tekanan?
Menariknya, Bupati Barito Selatan saat itu adalah Edy Raya Samsuri, yang kini masih menjabat sebagai Bupati. Kedekatan Eddy Raya dengan proses lelang ini menambah kompleksitas kasus dan memunculkan dugaan adanya intervensi dari puncak kekuasaan.
Apakah ada hubungan antara Eddy Raya Samsuri dengan keputusan Pokja ULP? Pertanyaan ini harus dijawab secara transparan dan tegas oleh proses hukum yang berjalan.
BPKP: Jejak Digital Menunjukkan Dugaan Kolaborasi
Pada tanggal 25 Februari 2025, ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Dimas Perda Christian Kartika Putra, mengungkapkan temuan mengenai indikasi ketidakwajaran dalam proses lelang.
Dimas menjelaskan "adanya kesamaan jaringan internet atau perangkat komputer antara peserta lelang. Temuan ini menunjukkan potensi adanya manipulasi atau kerja sama antara peserta lelang untuk memenangkan tender."
Kesamaan IP Address dan perangkat keras yang digunakan dalam proses penawaran online bisa menjadi bukti kuat adanya kecurangan. Analisis forensik digital lebih lanjut diperlukan untuk memperkuat dugaan ini.
Baca Juga : Babak Baru! Korupsi SIRO RSUD Buntok Terkesan Dilindungi
Dakwaan Terhadap Leonardus dan Florina: Ketidaksesuaian Dokumen dan Pelanggaran SDP yang Disengaja
Dakwaan terhadap Leonardus (No. Reg. Perkara: PDS-07/O.2.15/Ft.1/11/2024) dan Florina (No. Reg. Perkara: PDS-06/O.2.15/Ft/1/05/2024) mengungkapkan adanya ketidaksesuaian dokumen penawaran PT. PRABU MANDIRI JAYA (PMJ), pemenang lelang. PT. PMJ, yang dimiliki Florina, hanya menyampaikan tenaga teknisi elektromedis, tanpa menyertakan tenaga teknis bersertifikat teknisi tata udara, seperti yang dipersyaratkan dalam Lembar Data Kualifikasi.
Mereka juga tidak melampirkan surat pernyataan bersedia tidak dibayar jika pekerjaan tidak sesuai standar. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Standar Dokumen Pengadaan (SDP) Pekerjaan Sistem Ruang Operasi Terintegrasi (SIRO). Fakta bahwa dokumen yang tidak sesuai syarat tetap lolos evaluasi menunjukkan adanya dugaan manipulasi yang disengaja dalam proses evaluasi oleh Pokja ULP.
Sehingga, dakwaan terhadap Leonardus dan Florina menunjukkan adanya ketidaksesuaian dokumen PT. PMJ yang dengan sengaja diluluskan oleh Pokja ULP menunjukkan adanya dugaan kecurangan terstruktur, sistematis dan melibatkan kekuasaan yang besar dalam mengintervensi Pokja ULP.
Kasus ini bukan hanya mengenai pelanggaran administratif sederhana, tetapi menunjukkan adanya dugaan korupsi yang terstruktur dan melibatkan berbagai pihak.
Baca Juga : Misteri Kasus Korupsi Pengadaan SIRO RSUD Jaraga Sasameh Buntok Tahun 2018 lalu, Siapa Saja yang Terlibat?
Pengungkapan seluruh jaringan dan motif di balik kasus ini sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan dan mencegah terulangnya praktik korupsi di masa mendatang.
Kasus ini menunjukkan adanya indikasi kuat mengenai ketidakwajaran dan potensi pelanggaran hukum dalam proses lelang proyek SIRO RSUD Jaraga Sasameh Buntok.
Perlu penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap semua fakta dan menetapkan tanggung jawab setiap pihak yang terlibat. Publik menantikan proses peradilan yang transparan dan adil untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Penanganan kasus ini juga menjadi pelajaran berharga untuk memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah agar lebih transparan dan terhindar dari praktik korupsi.
Nampaknya kasus korupsi pengadaan SIRO RSUD Jaraga Sasameh masih menyisakan misteri. Siapa Yang Berkuasa Dalam Mengintervensi Pokja ULP? Bayang-Bayang Kekuasaan Masih Menyelimuti Kasus Ini.
Pelaporan oleh Eman Supriyadi; Penulisan oleh Andriyanto; Penyuntingan oleh Tim Redaksi Exclusive Network